Free Trade Aggrement FTA ASEAN CHINA versus UMKM Indonesia
Terhitung 1 Januari 2010 FTA Asean diberlakukan. Free Trade Aggrement Asean adalah perjanjian perdagangan bebas ASEAN CHINA yang mengikat semua negara Asean tak terkecuali Indonesia. Keresahan menyeruak dimana-mana. Berbagai kekhawatiran muncul, “FTA Hancurkan Industri Indonesia”, “Hadapi FTA dengan Perbaikan Iklim Usaha”, “Senjata Strategi Non Tarif, Pelaku Usaha agar Melihat sisi Positif FTA”, Pengusaha Resah”, “ Industriawan Jadi Pedagang”.Gonjang ganjing semakin mengharu biru menghadapi berlakunya FTA Asean per 1 Januari 2010. Demikianlah headline yang menyeruak diberbagai media massa cetak dan kaca. Lalu bagaimana pengaruhnya bagi UMKM Indonesia. Suatu pertanyaan besar yang harus dijawab, bukan hanya oleh para pengamat, pemerintah, juga oleh UMKM itu sendiri. Apakah FTA akan menggemosi Bisnis UMKM di Indonesia, ataukah sebaliknya. Apakah UMKM Indonesia bisa menangkap peluang dan tantangan yang ada di depan mata. Coba simak tulisan berikut ini :
FTA Asean-China Bakal Gembosi Bisnis UMKM
Nasib Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia berada di ujung tanduk menyusul penerapan perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) antara ASEAN dan China mulai 1 Januari 2010.
FTA ASEAN-China, implementasinya hingga kini masih men jadi perdebatan di kalangan pengusaha dan ekonom. Bekas Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjorojakti memperkirakan, laju pertumbuhan ekonomi nasional pada 2010 hanya berkisar 7 persen karena ada FTA antara ASEAN dan China ini.
“Ke depan, pasti akan selalu ter jadi pola kemitraan glo bal yang baru dalam bentuk FTA. Meski dalam pelaksanaannya FTA tersebut mengorbankan ke se pakatan WTO atau Organi sasi Perdagangan Dunia yang telah disepakati sebelumnya seperti perjanjian DOHA,” katanya usai menghadiri refleksi akhir tahun 2009 Kadin Jaya di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Djatun, salah satu sektor yang akan kena dampak negatif FTA ASEAN-China adalah pengusaha UMKM. Padahal, produk UKM selama ini sudah kalah bersaing dengan barang-ba rang China.
Karena itu, lanjut Djatun, pemerintah harus lebih menggalakan kredit usaha rakyat (KUR) serta menekan tingkat suku bunga acuan (BI rate) di bawah kisaran saat ini yakni 6,5 persen.
“Keterpihakan pemerintah harus lebih jelas ter hadap UKM. Tidak bisa bereto rika lagi,’’ ujar ekonom senior UI ini.
Menanggapi kekhawatiran ini, Ketua Umum Kadin Jaya Eddy Kuntadi mengakui, tahun 2010 merupakan momen sangat berat, karena FTA ASEAN-China.
Peluang pasar dan bisnis di Indonesia, khususnya di Jakarta bukan lagi milik warga Jakarta,” ujarnya. Menurutnya, pengusaha Malaysia, Singapura, Thailand, Myanmar, Vietnam, Filipina dan Brunei Darussalam akan memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan anggota Kadin DKI Jakarta tanpa pengecualian serta tanpa penundaan.
“Kita patut merespons berbagai peluang yang semakin beragam dan lintas batas se-Asia Teng gara secara positif. Arti nya, pengusaha dipacu untuk me ning katkan daya saing, akses pasar, permodalan, kemitraan internasional,” terang Eddy da lam kesempa tan yang sama.
Sebagai informasi, mulai 1 Januari kemarin, enam negara ang gota ASEAN mulai menerapkan tarif nol persen untuk per daga ngan ekspor impor antar ne gara. Keenam negara itu adalah Brunei Darussalam, Indonesia, Malay sia, Filipina, Singapura dan Thailand. Keenam negara ang gota ASEAN bakal menam bah 7.881 jenis tarif yang akan di tu runkan menjadi tarif nol. Ini akan mem bawa jenis tarif yang akan digunakan untuk Tarif Preferensi Efektif menjadi 54.457 atau 99,11 persen.
Oleh: Deddy Edwar Tanjung
Sumber: http://www.majalah-koperasi.com/free-trade-aggrement-fta-asean-china-versus-umkm-indonesia/
Wednesday, April 14th, 2010 | Posted by Dinul Husnan