Wawancara Dengan Manajer Program Asia Rabobank Foundation
Berangkat dari pengalaman Rabobank mengentaskan kehidupan petani di negeri Belanda sejak 1898, Rabobank Foundation kini menjadi salah satu pilar utama bank tersebut dalam menjalankan tanggung jawab sosial perusahaanBerdiri pada 1973, Rabobank Foundation memfokuskan aktivitasnya pada keuangan mikro, pengembangan rantai pemasok, dan pengembangan koperasi di pedesaan. Prinsip koperasi dipilih, karena lembaga ini percaya bahwa pemberdayaan ekonomi lemah tidak hanya butuh dukungan finansial. Satu paket program yang terintegrasi dan terencana baik merupakan fondasi pemberdayaan itu. Mereka menyebut dukungan terintegrasi itu sebagai platform supply chain .
Kepada wartawan Republika , Palupi Annisa Auliani , Manajer Program Asia Rabobank Foundation, IJ van der Velden, berbagi pandangan mengenai pemberdayaan petani melalui koperasi ini. Berikut petikannya.
Sebelumnya kita sudah mendengar model Grameen Bank untuk pemberdayaan masyarakat miskin dengan pendekatan berbasis kelompok. Bagaimana perbandingan model tersebut dengan apa yang dikembangkan Rabobank Foundation?
Saya mulai dengan persamaan di antara keduanya terlebih dahulu. Rabobank didirikan oleh petani, karena mereka tak bisa mendapat akses perbankan sejak ratusan tahun lalu. Yang mereka lakukan adalah dengan mengorganisasikan diri mereka sendiri dalam kelompok-kelompok kecil. Petani yang membutuhkan dana untuk mengelola lahan mendapat bantuan dana dari petani lain yang kondisi keuangannya lebih baik. Itu model pembiayaan mandiri dalam kelompok petani. Di Grameen, orang-orang miskin juga terorganisasi dalam kelompok-kelompok kecil. Mereka membangun solidaritas kelompok, sehingga ketika ada anggota kelompok yang tak bisa mengembalikan pinjaman maka anggota kelompok yang lain akan memastikan pinjaman itu terbayar. Itulah persamaan Rabobank sebagai koperasi dan Grameen Bank.
Oke , apa yang kemudian berbeda dari kedua model ini?
Pada model koperasi dari Rabobank, setiap anggota memiliki hak dan kewajiban. Mereka memiliki suara untuk menentukan kebijakan internal organisasi. Keputusan tertinggi diambil suatu dewan anggota. Di Grameen, kebijakan yang diberlakukan dibuat oleh manajemen organisasi, bukan oleh anggota. Pembuatan kebijakan seperti halnya pada perusahaan biasa. Satu lagi, keuntungan usaha dalam model Rabobank ini dibagi kepada seluruh anggota. Sebab, prinsip koperasi adalah melayani anggotanya. Tapi anggota hanya akan mendapat pelayanan terbaik ketika mereka bisa memberikan produk dengan kualitas bagus dan fungsi organisasi berjalan baik.
Sedangkan di Grameen, tidak ada pembagian keuntungan untuk anggota mereka. Bisa saja Grameen berinvestasi di perusahaan telekomunikasi dan sebagainya, tetapi keuntungan yang didapat masuk ke perusahaan. Ini perbedaan yang penting. Karena di model kami, surplus kembali ke anggota sebagai pemilik organisasi. Di Grameen, alokasi surplus diputuskan manajemen.
Ada banyak koperasi dan model yang serupa dengan yang dikembangkan Rabobank Foundation. Apa yang beda dari Rabobank Foundation ini?
Yang membedakan adalah kami melakukan penjajakan yang sangat baik. Kami tak akan mendukung sebuah organisasi atau kelompok jika kami tak benar-benar yakin akan potensinya untuk bisa berkelanjutan secara mandiri. Kami bukan sekadar ada untuk suatu kelompok dalam hitungan sepuluh tahun, misalnya. Tapi kami mendorong mereka, mendorong kelompok ini untuk bisa terus berkegiatan tanpa ada dukungan kami lagi nantinya.
Perbedaan lainnya, kami punya pengetahuan yang sangat baik tentang perbankan, pembiayaan agrikultural, dan tentu saja prinsip koperasi. Kami menyediakan paket dukungan lengkap, tak hanya memberikan bantuan uang. Kami menyediakan dukungan teknik kepada petani untuk meningkatkan kualitas produk, produktivitas, akses ke pasar dengan harga baik, capacity building untuk mengatasi kelemahan dalam pengelolaan uang maupun organisasi.
Apa yang spesifik dari dukungan Rabobank Foundation itu, karena organisasi lain juga melakukannya ?
Penjajakan yang sangat bagus adalah kuncinya. Tidak semua lembaga pendukung bisa bekerja bersama kami (dalam membantu koperasi). Rencana yang sangat detail harus dibuat, baik oleh kelompok petani maupun lembaga-lembaga pendukung yang bekerja sama di sini. Rencana detail sudah memuat tujuan, aktivitas, dan performa indikator. Jika hasil kegiatan tak sesuai dengan rencana tersebut, maka pinjaman dana dihentikan.
Masih ada lagi yang beda dari model ini?
Oh iya, ada satu hal lagi yang menjadi pembeda, meskipun dibandingkan dengan Grameen Bank. Di model koperasi seperti ini, orang harus memiliki tabungan sekecil apa pun nominalnya untuk bisa mendapat pinjaman. Sementara di model Grameen, tanpa menabung orang tetap bisa mendapat pinjaman. Menurut kami, menabung adalah hal yang sangat penting. Menabung lebih penting daripada mendapat pinjaman. Meskipun miskin, orang harus menabung walaupun dengan jumlah sangat kecil.
Bagaimana bentuk dukungan lengkap yang diberikan Rabobank Foundation?
Kami berikan contoh koperasi-koperasi yang sudah bekerja sama dengan kami. Belanda adalah produsen produk susu. Kami berikan dukungan dari konsultan internasional untuk mendukung koperasi susu di sini. Juga kami berikan dukungan kerja sama dengan koperasi kelompok produk sejenis, pembeli, lembaga riset, dan input supplier . Kami menyebutnya sebagai platform supply chain yang bekerja secara terintegrasi.
Banyak yang meragukan itikad dari lembaga pembiayaan asing yang masuk ke sektor mikro Indonesia, karena tidak ada pemberdayaan yang signifikan. Bagaimana pendapat Anda?
Bagi kami yang harus dilihat adalah kebijakan yang dilakukan dalam pembiayaan mikro ini. Tapi, dukungan pembiayaan Rabobank Foundation bukanlah tren semata. Karena kami sudah melakukannya lebih dari 35 tahun. Ini bukan tren. Kami sangat yakin pada kesuksesan model kami, yang sangat berperan dalam pemberdayaan.
Menurut saya, pembiayaan mikro kebanyakan sudah dikomersialkan. Bank komersial memberikan pinjaman tidak dengan bunga yang rendah dan memberikan bantuan ke usaha dengan perkembangan yang beragam, dan bukan berbasis keanggotaan. Sementara model yang kami tawarkan adalah berbasis komunitas. Semua keuntungan yang didapat akan kembali ke komunitas itu, bukan kembali ke lembaga yang memberikan pembiayaan mikro atau hanya dalam bentuk pembagian keuntungan.
Apakah budaya lokal bisa menjadi kendala dalam pengembangan model pemberdayaan mikro berbasis komunitas semacam ini?
Saya tidak melihat ada masalah dengan budaya, tapi memang ada perbedaan yang besar. Amerika, misalnya, budayanya sangat kuat dalam menabung dan kredit koperasi. Di Indonesia dan negara-negara Asia seperti Filipina, banyak koperasi yang tumbuh.
Tapi di Afrika, ada perbedaan pertumbuhan. Bagi kami, situasi di Afrika lebih sulit untuk bekerja. Karena di Afrika banyak sekali pemberi bantuan dana yang berdampak pada sikap penduduk Afrika dalam mengelola pinjaman. Pengembalian pembayaran di Afrika relatif lebih rendah, karena mereka terbiasa mendapat bantuan.
Situasi di Afrika itu terkait juga dengan masalah kesadaran filosofis. Kami percaya pada institusi yang berkelanjutan, karena kami tidak akan memberikan dukungan terus-menerus dalam 10 atau 15 tahun mendatang. Kami hanya ada untuk membawa suatu institusi dari satu level ke level berikutnya, kemudian kami akan melepaskannya untuk survive berbekal proses selama program pendampingan tersebut.
Berapa lama biasanya program Rabobank Foundation ini memberikan bantuan dan pendampingan ?
Pada umumnya program berjalan 3-5 tahun, setelah itu organisasi komunitas tersebut biasanya sudah bisa melanjutkan usahanya sendiri.
Jika dalam 3-5 tahun ternyata koperasi itu tak bisa survive ?
Kalau memang ada alasan yang kuat, seperti situasi eksternal atau bencana alam, kami akan mempertimbangkan untuk memberikan perpanjangan pendampingan dan bantuan. Tapi kalau kegagalan survive itu karena manajemen yang buruk, cut . Fraud, quit directly .
Menurut Anda apakah pola pembiayaan mikro seperti Rabobank Foundation dan Grameen Bank ini bisa menjadi alternatif solusi pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah?
Menurut saya kedua model itu bisa menjadi alternatif yang mendukung pembangunan sebuah negara berkembang. Institusi pembiayaan mikro akan mengisi kesenjangan yang selama ini tak terisi oleh bank konvensional. Karena bank konvensional sejauh ini tidak memiliki model dan produk yang tepat untuk melayani kalangan mikro. Satu-satunya jalan bagi bank konvensional jika benar-benar ingin melayani kalangan miskin adalah harus mengembangkan metodologi untuk pinjaman berkelompok.
Rencana strategis untuk Indonesia?
Strategi kami di tahun-tahun mendatang adalah kami akan fokus di area Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Bagaimana pun Indonesia adalah negara yang sangat besar secara geografis. Kami bekerja dengan mitra strategis dalam jumlah terbatas untuk menjangkau petani dalam jumlah besar. Karenanya, kami menggandeng penyedia dukungan teknik yang bagus untuk mendampingi banyak kelompok kecil petani.
Kami bekerja sama dengan Kedutaan Besar Belanda di Indonesia, kami juga bekerja sama dengan banyak klien perbankan dan juga klien perusahaan dengan kompetensi tertentu sebagai penanggung jawab suatu usaha dalam rantai suplai yang berkelanjutan. Kami percaya, kalau kita punya proyek yang didukung keseluruhan rantai suplai tersebut, kita akan lebih sukses.
Ngomong-ngomong , apa yang membuat Anda berminat terjun di bidang pemberdayaan petani berbasis koperasi ini?
Rabobank Foundation menawarkan kesempatan pekerjaan yang berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan ekonomi masyarakat dengan skala internasional dan kapasitas yang komprehensif serta unik. Juga dengan adanya akses terhadap pengetahuan dan kapasitas dari Rabobank Grup.
B I O D A T A
IJ van der Velden
Pendidikan:
S2 Ekonomi Internasional, Universitas Utrecht, Belanda
Pekerjaan:
Manajer Program Asia Rabobank Foundation (2007-sekarang). Di jabatan ini, ia membawahi sejumlah negara: India, Indonesia, Sri Lanka, Filipina, Vietnam, Kamboja, dan Laos.
Bunga Lebih Rasional
Selama berbincang dengan Republika , IJ van der Velden didampingi Presiden Direktur dan CEO Rabobank International Indonesia, Henk G Mulder. Bersamanya juga ada Project Officer Rabobank International Indonesia, Hartawan Indriadi.
Di sela wawancara, Henk berpendapat, tidak adanya keberlanjutan pada pembiayaan mikro secara umum adalah karena biasanya bank komersial memberikan pinjaman dengan suku bunga sangat tinggi. Alasannya, sektor ini berisiko tinggi. Memang, model seperti ini akan sangat membantu seseorang di awal usaha, tapi tak bisa untuk sebuah kegiatan jangka panjang yang berkelanjutan. ”Karena bunganya yang tinggi sehingga mereka tidak tumbuh.” kata Henk.
Ini sangat berbeda dengan model yang dikembangkan Rabobank Foundation. Selain memberikan pembiayaan dengan bunga rasional, lembaga ini juga memberikan perlindungan dalam hal harga kepada para petani, bagaimana membangun kemandirian, dan cara membangun relasi dengan pelaku pasar. ”Tak hanya memberikan donasi dan akses ke perbankan, model ini juga mengembangkan rantai pasokan yang melibatkan pula ketersediaan jaringan pembeli dan dukungan teknis,” kata Henk.
Sumber : Harian Republika Senin 5 April 2010.