Malaysia Raup Dana Besar dari Bisnis Bank RI
VIVAnews - Buntut penahanan tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia oleh Polisi Laut Malaysia (MPM) di perairan Tanjung Berakit, Bintan, 13 Agustus 2010 memicu memanasnya kembali hubungan Indonesia dan Malaysia. Aksi demonstrasi pun marak sejak awal pekan ini di Jakarta.
Namun, merebaknya aksi unjuk rasa itu direspons oleh Menteri Luar Negeri Malaysia, Anifah Aman, dengan melontarkan pernyataan paling keras sejak aksi demonstrasi itu kian marak. Bahkan, Malaysia siap mengeluarkan saran-saran perjalanan (travel advisory) kepada warganya berhati-hati ke Indonesia.
Meski demikian, di sektor bisnis, Malaysia sudah cukup jauh melangkah ke Indonesia. Malaysia telah merambah ke berbagai sektor bisnis strategis di Indonesia, mulai sektor telekomunikasi, perminyakan, perkebunan, perbankan, penerbangan, dan berbagai sektor bisnis lainnya.
Mereka memanfaatkan pasar Indonesia yang cukup besar. Jumlah penduduk 237 juta jiwa merupakan target besar untuk menjaring keuntungan dari negeri ini, ketimbang jumlah penduduk Malaysia yang hanya 27 juta jiwa.
Tengok saja di bisnis perbankan. Di Indonesia, dua bank papan atas dikuasai oleh Malaysia, yakni PT Bank CIMB Niaga Tbk dan PT Bank International Indonesia Tbk (BII). Dua bank ini masuk 10 besar bank di Indonesia, bahkan CIMB berada di peringkat lima dari sisi aset.
CIMB Niaga misalnya. Berdasarkan data laporan keuangan per 30 Juni 2010, aset bank milik perusahaan Malaysia melejit menjadi Rp126,33 triliun. Padahal, pada akhir 2007, aset Bank CIMB Niaga baru mencapai Rp93,79 triliun.
Selama periode itu, Bank CIMB Niaga mampu menghimpun simpanan dari nasabah senilai Rp106,17 triliun hingga akhir Juni 2010. Sedangkan, CIMB Niaga meraup laba Rp1,1 triliun hanya dalam semester I 2010.
Selain CIMB Niaga, perusahaan jasa keuangan Malaysia juga memiliki BII. Bank bekas milik Grup Sinar Mas ini memiliki dana pihak ketiga Rp48 triliun dan aset Rp61 triliun pada akhir 2009. BII memiliki 261 kantor di Indonesia.
Jika ditotal, aset CIMB Niaga dan BII mencapai Rp187 triliun. Jumlah ini memang masih kalah dibandingkan dengan aset bank yang dikendalikan pemerintah atau pengusaha nasional, seperti Bank Mandiri, BRI, BCA dan BNI.
***
Masuknya Malaysia ke bisnis perbankan Indonesia itu bermula dari kebijakan pemerintah membuka keran bagi investor asing untuk membeli bank-bank yang dikuasai oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Itu berawal pada November 2002, Commerce Asset-Holding Berhad (CAHB), atau dikenal sebagai CIMB Group Holdings Berhad (CIMB Group Holdings), Malaysia, mengakuisisi mayoritas saham PT Bank Niaga Tbk (BNGA) dari BPPN.
Sebelumnya, selama beberapa waktu, pemerintah Republik Indonesia pernah menjadi pemegang saham mayoritas Bank Niaga saat terjadinya krisis keuangan di akhir 1990-an.
Selanjutnya, pada Agustus 2007, seluruh kepemilikan saham berpindah tangan ke CIMB Group. Langkah itu merupakan bagian dari reorganisasi
internal untuk mengonsolidasi kegiatan anak perusahaan CIMB Group dengan platform universal banking.
Pada transaksi terpisah, Khazanah, pemilik saham mayoritas CIMB Group Holdings mengakuisisi kepemilikan mayoritas Lippo Bank pada 30 September 2005. Tiga tahun kemudian, seluruh kepemilikan saham Lippo Bank berpindah tangan ke CIMB Group pada 28 Oktober 2008.
Guna mematuhi kebijakan Single Presence Policy (SPP) yang ditetapkan Bank Indonesia (BI), sebagai pengendali Bank Niaga (melalui CIMB Group) dan Lippo Bank sejak 2007, Khazanah pun memandang penggabungan (merger) sebagai suatu upaya yang harus ditempuh.
Penggabungan dua bank pun terealisasi dan merupakan merger pertama di Indonesia terkait kebijakan SPP. Pada Mei 2008, nama Bank Niaga berubah menjadi Bank CIMB Niaga. Bergabungnya Lippo Bank ke dalam Bank CIMB Niaga itu diklaim sebagai lompatan besar di sektor perbankan Asia Tenggara.
Akan halnya BII, juga dilepas oleh BPPN kepada konsorsium Sorak pada Desember 2003. Konsorsium Sorak terdiri dari Asia Financial Holdings Pte. Ltd, Kookmin Bank, ICB Financial Group Holdings Ltd dan Barclays Bank PLC.
Namun, pada 30 September 2008, 55,51 persen saham Sorak diambilalih oleh Mayban Offshore Corporate Services (Labuan) Sdn. Bhd, anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh Malayan Banking Berhad (Maybank). Maybank adalah salah satu grup bisnis perbankan besar di Malaysia. (hs)
Sumber: Yahoo News, By Arinto Tri Wibowo - Kamis, 26 Agustus 2010
Namun, merebaknya aksi unjuk rasa itu direspons oleh Menteri Luar Negeri Malaysia, Anifah Aman, dengan melontarkan pernyataan paling keras sejak aksi demonstrasi itu kian marak. Bahkan, Malaysia siap mengeluarkan saran-saran perjalanan (travel advisory) kepada warganya berhati-hati ke Indonesia.
Meski demikian, di sektor bisnis, Malaysia sudah cukup jauh melangkah ke Indonesia. Malaysia telah merambah ke berbagai sektor bisnis strategis di Indonesia, mulai sektor telekomunikasi, perminyakan, perkebunan, perbankan, penerbangan, dan berbagai sektor bisnis lainnya.
Mereka memanfaatkan pasar Indonesia yang cukup besar. Jumlah penduduk 237 juta jiwa merupakan target besar untuk menjaring keuntungan dari negeri ini, ketimbang jumlah penduduk Malaysia yang hanya 27 juta jiwa.
Tengok saja di bisnis perbankan. Di Indonesia, dua bank papan atas dikuasai oleh Malaysia, yakni PT Bank CIMB Niaga Tbk dan PT Bank International Indonesia Tbk (BII). Dua bank ini masuk 10 besar bank di Indonesia, bahkan CIMB berada di peringkat lima dari sisi aset.
CIMB Niaga misalnya. Berdasarkan data laporan keuangan per 30 Juni 2010, aset bank milik perusahaan Malaysia melejit menjadi Rp126,33 triliun. Padahal, pada akhir 2007, aset Bank CIMB Niaga baru mencapai Rp93,79 triliun.
Selama periode itu, Bank CIMB Niaga mampu menghimpun simpanan dari nasabah senilai Rp106,17 triliun hingga akhir Juni 2010. Sedangkan, CIMB Niaga meraup laba Rp1,1 triliun hanya dalam semester I 2010.
Selain CIMB Niaga, perusahaan jasa keuangan Malaysia juga memiliki BII. Bank bekas milik Grup Sinar Mas ini memiliki dana pihak ketiga Rp48 triliun dan aset Rp61 triliun pada akhir 2009. BII memiliki 261 kantor di Indonesia.
Jika ditotal, aset CIMB Niaga dan BII mencapai Rp187 triliun. Jumlah ini memang masih kalah dibandingkan dengan aset bank yang dikendalikan pemerintah atau pengusaha nasional, seperti Bank Mandiri, BRI, BCA dan BNI.
***
Masuknya Malaysia ke bisnis perbankan Indonesia itu bermula dari kebijakan pemerintah membuka keran bagi investor asing untuk membeli bank-bank yang dikuasai oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Itu berawal pada November 2002, Commerce Asset-Holding Berhad (CAHB), atau dikenal sebagai CIMB Group Holdings Berhad (CIMB Group Holdings), Malaysia, mengakuisisi mayoritas saham PT Bank Niaga Tbk (BNGA) dari BPPN.
Sebelumnya, selama beberapa waktu, pemerintah Republik Indonesia pernah menjadi pemegang saham mayoritas Bank Niaga saat terjadinya krisis keuangan di akhir 1990-an.
Selanjutnya, pada Agustus 2007, seluruh kepemilikan saham berpindah tangan ke CIMB Group. Langkah itu merupakan bagian dari reorganisasi
internal untuk mengonsolidasi kegiatan anak perusahaan CIMB Group dengan platform universal banking.
Pada transaksi terpisah, Khazanah, pemilik saham mayoritas CIMB Group Holdings mengakuisisi kepemilikan mayoritas Lippo Bank pada 30 September 2005. Tiga tahun kemudian, seluruh kepemilikan saham Lippo Bank berpindah tangan ke CIMB Group pada 28 Oktober 2008.
Guna mematuhi kebijakan Single Presence Policy (SPP) yang ditetapkan Bank Indonesia (BI), sebagai pengendali Bank Niaga (melalui CIMB Group) dan Lippo Bank sejak 2007, Khazanah pun memandang penggabungan (merger) sebagai suatu upaya yang harus ditempuh.
Penggabungan dua bank pun terealisasi dan merupakan merger pertama di Indonesia terkait kebijakan SPP. Pada Mei 2008, nama Bank Niaga berubah menjadi Bank CIMB Niaga. Bergabungnya Lippo Bank ke dalam Bank CIMB Niaga itu diklaim sebagai lompatan besar di sektor perbankan Asia Tenggara.
Akan halnya BII, juga dilepas oleh BPPN kepada konsorsium Sorak pada Desember 2003. Konsorsium Sorak terdiri dari Asia Financial Holdings Pte. Ltd, Kookmin Bank, ICB Financial Group Holdings Ltd dan Barclays Bank PLC.
Namun, pada 30 September 2008, 55,51 persen saham Sorak diambilalih oleh Mayban Offshore Corporate Services (Labuan) Sdn. Bhd, anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh Malayan Banking Berhad (Maybank). Maybank adalah salah satu grup bisnis perbankan besar di Malaysia. (hs)
Sumber: Yahoo News, By Arinto Tri Wibowo - Kamis, 26 Agustus 2010
0 komentar:
Posting Komentar