Dr. Muhammad Yunus Dan Graamen Bank
Sistim Menciptakan KemiskinanM. Syamsi Ali
Imam Mesjid Al Hikmah, New York, USA
Dua hari lalu, 11 Pebruari, saya mendapat kesempatan untuk menghadir dalam sebuah pertemuan terbatas dengan peraih Hadiah Nobel 2006, Dr. Muhammad Yunus, dari Bangladesh dengan Presiden York College, para ilmuan dan tokoh-tokoh masyarakat Muslim New York. Acara yang dilaksanakan di York College, salah satu dari beberapa universitas di bawah atap CUNY (City University of New York), sebelum beliau menyampaikan ceramah umumnya kepada khalayak ramai.
Ada dua tujuan pokok kunjungan peraih Nobel itu ke York College. Pertama, untuk acara peluncuran bukunya yang baru terbit dengan judul “Creating a World Without Poverty” dan peluncuran Yunus Scholarship untuk anak-anak mereka yang menjadi anggota (costumers) bank Grameen yang ingin belajar di York College. Yunus Scholarship telah memberikan beasiswa kepada 71 ribu pelajar dalam negeri dan sekitar 3500 pelajar Bangladesh di berbagai negara lainnya.
Dr. Yunus dalam acara yang dirancang mendadak itu menjelaskan secara singkat, tapi padat, tentang operasi usahanya dalam upaya mengangkat masyarakat miskin menjadi masyarakat yang berdaya (empowerment of the poor).
Di awal ceramahnya dijelaskan bagaimana beliau memulai usaha itu dengan meminjamkan uang $27 kepada beberapa wanita miskin di kampungnya. Dari usaha itu kemudian berkembang dan hingga kini memiliki aset tidak kurang dari 7.5 milyar USD di Bangladesh dan di berbagai belahan dunia. Sembilan puluh lima persen dari pemegang saham bank Grameen adalah wanita-wanita miskin dari perkampungan.
Hingga kini Grameen bank Bangladesh telah berhasil membangun, tidak saja perekonomian kaum miskin, tapi juga kehormatan dan martabat mereka. Dalam ceramah singkat itu Dr. Yunus mencoba menjawab beberapa pertanyaan krusial, seperti kenapa ada kemiskinan? Siapa yang mecipkatakan kemiskinan dan bagaimana menghadapi dan memerangi kemiskinan?
Kunci Kesuksesan Grameen Bank
Dengan berseloroh, Dr. Yunus menjelaskan bahwa sebenarnya dia bukanlah ahli perbankan. “I never studied banking in my life”, katanya. Namun lanjutnya, ini adalah kelebihan, sebab terkadang dengan ketidak tahuan tentang sesuatu kita cenderung untuk mencoba. Jika kita telah tahu maka keinginan untuk mencoba sesuatu yang belum pasti pasti tidak kita lakukan.
Lalu apa yang menjadi kunci sukses Grameen bank? Minimal empat yang disebutkan:
Pertama, jika bank konvensional hanya meminjamkan uang kepada mereka yang sudah ada duit (ada jaminan), Grameen bank justeru memberikan pinjaman kepada mereka yang tidak punya apa-apa. “Jika anda tidak mempunya jaminan bagi pinjaman, anda tidak mungkin akan mendapatkan pinjaman”, katanya. Tapi Grameen bank justeru mencari peminjam yang memang tidak berpunya.
Kedua, jika bank konvensional membangun relasi dengan pelanggan dengan jaminan “pengacara”, Grameen bank membangun relasi dengan para pelanggangnya dengan jaminan “kepercayaan” (trust). Seraya berseloroh dia menyampaikan bahwa sebenarnya “legal fees” bisa ditiadakan.
Ketiga, jika bank konvensional meminjamkan uang hanya kepada mereka yang punya kapasitas (kemampuan) dagang, Grameen bank justeru mencari mereka yang mengatakan “saya takut untuk meminjam karena tidak tahu bagaimana memutar keuangan”. Di sini, Grameen membangun “self confidence” kepada para pelanggangnya bahwa mereka punya kapasitas itu, cuma perlu pancingan untuk tampil.
Keempat, jika bank konvensional beroperasi sebagai “money machine” (mesin uang), Grameen bank menambahkan dengan “social system” (sistim sosial). Artinya, dalam beroperasi, bank Grameen juga melihat kepada aspek-aspek hubungan kemanusiaan. Di sinilah kemudian Grameen mengembangkan apa yang disebut dengan “social business” (perusahaan sosial).
Root of poverty
Pada bagian lain, Muhammad Yunus menjelaskan secara detail kenapa kemiskinan terjadi dan bahkan menjadi ancaman paling berbahaya bagi kemanusiaan kita saat ini. Apakah karena memang manusianya? Apakah karena memang demikian kehidupan? Atau karena faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan.
Ternyata, menurut Yunus, kemiskinan itu tidak dicari oleh manusia. Manusia bukan faktor terjadinya kemiskinan. Justeru semua manusa berusaha dan bahkan punya potensi untuk kaya. Hanya saja, sistim di mana manusia itu hidup menjadikan potensi untuk sukses itu tidak maksimal.
Di sinilah kemudian bank Grameen melakukan perombakan kepada “established system” yang sekarang. Sistim yang tidak pernah berpihak kepada kaum lemah. Sistim yang dirancang untuk semakin memperkaya mereka yang sudah kaya. Sebaliknya, semakin memiskinkan mereka yang miskin, atau minimal menjadikan mereka “object” untuk memperkaya yang kaya.
Dari sinilah kemudian Grameen menciptakan sistim operasi usaha yang terbalik. Artinya, Grameen menciptakan sistim usaha yang tertolak belakang dengan sistim yang baku (conventional). Dan ternyata, sistim itu tidak saja menguatkan kaum miskin secara ekonomi, tapi lebih dari itu menghidupkan kembali potensi-potensi mereka untuk “empowered” (menjadi kuat) di tengah masyarakat.
Pengalaman bank Grameen yang dimulai dengan beberapa orang miskin, berhasil mengangkat mereka dari dari keadaan yang sangat lemah (weak), menjadi kuat (berdaya) secara ekonomi. Bahkan lebih dari itu, dari situasi di mana mereka telah kehilangan percaya diri (confidence) kembali bangkit dengan penuh percaya diri. Kini, Grameen bank memiliki lebih dari 7.5 juta anggota, 95% mereka adalah wanita miskin dan buta huruf.
Maka, untuk menanggulangi kemiskinan secara efektif harus ada dua hal yang dilakukan:
Pertama, bangkitkan percaya diri (self confidence) masyarakat. Dan ini tidak akan terjadi pada sistim kapitalis yang cenderung menjadikan masyarakat miskin sebagai object. Istilah pinjaman dengan nama “assistance” (bantuan) itu sendiri merupakan sikap yang merendahkan (under estimating) potensi kaum (kelompok atau negara) miskin. Grameen bank menjadikannya anggotanya sebagai bagian atau memiliki kepemilikan dari sistim. Sehingga “sense of belonging” tumbuh dan bangkit keinginan untuk merubah kondisi.
Kedua, Sistim perbankan dan keuangan sekarang ini memang tidak mendukung atau bahkan mendukung terjadinya monopoli. Di sinilah terjadi yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Institusi keuangan sekarang ini hampir semuanya mengarah kepada sistim yang tidak mendukung kebangkitan kaum miskin. Dr. Yunus memberikan contoh IMF (International Monetary Fund) yang, menurutnya, tidak satu negara pun yang pernah meminjam dari IMF menjadi makmur.
Social Business
Dr. Yunus menjelaskan panjang lebar mengenai sistim usaha dunia yang mengglobal saat ini. Sisitm kapitalis, menurutnya, bukan sebuah sistim yang akan menyelamatkan manusia dari “ancaman kemiskinan”. Lebih 94% kekayaan dunia saat ini dinikmati oleh sekitar 40% penduduk dunia, sementara sekitar 60% lainnya hanya membagi-bagi 6% persen kekayaan dunia. Sekitar ½ atau lebih penduduk dunia hidup di bawah $2 sehari dan lebih dari 1 milyar manusia hidup di bawah $1 perhari.
Dengan berbagai berbagai bencana dunia saat ini, seperti AIDS/HIV, Flu burung, maupun bencana alam seperti banjir, tsunami, tanah longsor, kebakaran, dll., mereka yang telah menjadi korban kemiskinan akan semakin miskin. Lalu kemudian, dengan institusi-institusi keuangan dunia dipercayakan untuk meringankan beban-beban mereka. Akankah itu terwujud?
Dengan sistim baku sekarang ini, nampaknya harapan itu jauh. Sebab sistim bisnis sekarang ini memiliki prinsip Profit maximizing business (PMB). Manusia menjadi “money machine” and no more! Sehingga tujuan bisnis dalam sistim kapitalis adalah mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, dan tanpa ingin tahu apakah itu masih mengikut kepada naluri manusia atau justeru sebenarnya telah mengorbankan “harakat” (kehormatan) manusia.
Dari sinilah kemudian Dr. Yunus memulai sebuah sistim bisnis yang dinamai “Social Business”. Sebuah bisnis yang tidak saja bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Tapi lebih dari itu, dari semua rangkaian kegiatannya bertujuan untuk mengangkat “martabat” manusia.
Sebagai misal, Dr. Yunus mendirikan sebuah perusahaan pembuatan “yogurt” secara murah dan dijual kepada masyarakat miskin dengan harga yang sangat murah dan terjangkau. Hasil penjualan ini tidak diambil oleh pemilik perusahaan, tapi diakumulasi untuk usaha-usaha lain bagi kaum msikin.
Menurutnya, usaha ini telah membantu berjuta-juta anak yang kekurangan gizi di Bangladesh, bahkan social business Yunus ini telah menjalar hingga ke China.
Beberapa tahun lalu, bisnis sosial (social business) Yunus menarik perhatian sebuah perusahaan besar di Prancis bernama Groupe Danone, sebuah perusahaan yang memproduksi berbagai ragam makanan dan memiliki perusahaan di berbagai belahan dunia.
Groupe Danone ini kemudian meminta untuk bergabung dengan bisnis Grameen dengan sisitm “Social Business” itu. Sejak itu pula bisnis Grameen resmi menjadi Grameen Danone, sebuah bisnis besar yang bertujuan membangun martabat kaum miskin di berbagai belahan dunia.
Kebanggan umat
Akhirnya, banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari ceramah Dr. Muhammad Yunus yang dapat diambil. Yang pasti memang, umat Islam tidak bisa hanya menjadi “penonton yang cerdik” di tengah kancah dunia global sekarang ini. Umat ini harus mampu menampilkan “alternative system” yang dapat mengangkat martabat kaum yang termarjinalkan. Umat ini juga harus mampu kembali membangun “izzah dzatiyah” (self confidence) ditengah-tengah suburnya “wahan” (kehinaan) yang dideritanya.
Tapi hal itu tidak akan terealisir jika umat ini hanya pintar di belakang panggung. Umat ini ditantang untuk terjun ke lapangan dan meperlihatkan atau mempersaksikan kelebihannya kepada umat lain. “Dan demikianlah Kami jadikan kamu sebagai umat pertengahan, agar kamu menjadi saksi bagi umat manusia”. Karena memang bukankah umat ini adalah memang umat yang terbaik (khaera ummatin) yang dimunculkan di hadapan seluruh manusia yang lain?
Professor Yunus adalah saksi. Saksi bagi kebangkitan umat ini kembali. Beliau adalah kebanggaan. Kebanggaan yang memang membanggakan. Semoga semakin banyak Muhammad Yunus lagi di masa depan.
Thanks Professor Yunus!
Catatan: Saya rekomendasikan buku Dr. Muhammad Yunus: A World Without Poverty. Bahasanya sederhana, tapi ditilik dari sudut pandang Islam, sangat mengena.
1 komentar:
Trimakasi buat shere tulisan ini. Saya kebetulan sedang mencari berbagai tulisan tentang muhamad Yunus. Saya mendapatkan tulisan ini. Senang sekali bisa membaca tulisan ini. Salam.
16 Januari 2011 pukul 06.03Posting Komentar